Sebagaimana telah kita ketahui bahwa menurut Al-Qur’an, manusia adalah makhluk yang berpotensi untuk menguasai ilmu pengetahuan. Allah lah yang mengajari manusia semua hal yang sebelumnya tidak diketahuinya:
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S Al-‘Alaq [96]: 5)
Kemanusiaan manusia (insatiyyatul-insaniyah) diukur antara lain oleh interaksinya dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, berkali-kali dikemukakan dalam Al-Qur’an yang menghasilkan ilmu (afala yandzuruna, afala ta’qiluna,dan sebagainya). Manusia diangkat sebagai khalifah-Nya dibedakan dari makhluk yang lain karena ilmu pengetahuan:
Dan dia maengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian menegmukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:”Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.”(Q.S Al-Baqarah [2]: 31)
Dan manusia yang paling ideal dalam pandangan Al-Qur’an adalah manusia yang mencapai derajat ketinggian iman dan ilmu pengetahuan:
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Mujadilah [58]: 11)
Hanya, perlu diingat bahwa tujuan utama dari kepemilikan ilmu pengetahuan tidak semata-mata untuk mencerdaskan akal pikiran, mempunyai kemampuan berdebat dan berdiskusi, tetapi untuk meningkatkan keimanan dan keyakinan kepada Allah Swt., sebagaimana firmanya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S Ali ‘Imran [3]: 190-191)
Di samping itu, tujuan mencari ilmu adalah untuk meningkatkan amal ibadah yang kita tujukan dalam mencari ridha-Nya, sekaligus untuk meningkatkan kualitas amal saleh bagi kepentingan hidup kemanusiaan. Orang yang paling baik dalam pandangan Islam adalah orang yang paling bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaan, sebagaimana yang dikemukakan dalam sebuah Hadist Nabi.
Ilmu pengetahuan, menurut Al-Qur’an, dapat diperoleh melalui berbagai macam cara. Diantaranya melalui indra, seperti sama’ (pendengaran) yang biasanya bersifat verbal, dan bashar (penglihatan) yang biasanya menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat observasional-eksperimental. Selain itu, ada beberapa contoh yang dapat dikemukakan, misalnya Allah Swt. mengajari Qabil cara mengubur mayat melalui perantaraan burung gagak:
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana dia seharusya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil:”Aduhai celaka aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini.” Karena itu, jadilah dia termasuk orang-orang yang menyesal. (Q.S Al-Maidah [5]: 31)
Mengajarkan seorang laki-laki tentang pengertian kebangkitan melalui pengamatan eksperimental:
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: :” Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya:”Berapa lama kamu tinggal disini?” Ia menjawab:”Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari.”Allah berfirman:”Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minuman yang belum berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang-belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keladai itu, bagaimana Kami menusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata:”Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 259)
Allah menunjukkan kepada Nabi Ibrahim a.s bagaimana menghidupkan yang mati juga melalui eksperimen:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata:”Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman:”Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab:”Aku meyakininya. Akan tetapi, agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” Allah berfirman:”(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka. Niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.”Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 260)
Pengetahuan pun dapat dicapai melalui akal, qalbu, dan fu’ad, yang dengannya dapat ditangkap ayat-ayat Allah pada kejadian di alam semesta:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (keringnya) dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S Al-Baqarah [2]: 164)
Dengan menggunakan mekanisme fu’ad ini, kadangkala manusia menghasilkan ilmu yang bersifat transcendental-filosofis. Karena itu, kelak kemudian hari, Allah Swt. meminta pertanggungjawaban manusia atas penggunaan sama’, bashar, dan fu’ad-nya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban. (Q.S Al-Isra’ [17]: 36)
Semangat Al-Qur’an dalam mendorong umat Islam untuk bekerja sungguh-sunguh pada pencarian ilmu harus terus disosialisikan hal ini karena dunia masa kini, apalagi masa depan, adalah dunia yang dikuasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Siapa yang menguasai keduanya, secara lahiriah akan menguasai dunia. Jika dikatakan ilmu pengetahuan merupakan infrastruktur, keduanya akan menentukan suprastruktur dunia internasional, termasuk kebudayaan, moral, hokum dan juga perilaku keagamaan. Jika umat Islam ingin kembali memainkan perannya sebagai khairu ummah (umat terbaik, Q.S Ali ‘Imran [3]: 110) dan ummatan wasathan (umat pilihan, Q.S al-Baqarah [2]: 143) menjadi saksi atas kebenaran ajaran-Nya, pengetahuan kealaman (natural sciences) dan sosial (social sciences) harus diikat, dilandasi, dan diarahkan sejalan dengan nilai yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Syaratnya, umat Islam harus menguasai keduanya.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,… (Q.S Ali ‘Imran [3]: 110)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar